Dalam posting “apa dan siapa gunung”, @gununginstitut memaparkan rangkuman definisi serta konsep perihal gunung, baik secara morfologis (bentuk), ekologis (lingkungan), hingga filosofis (sebagai sesama makhluk tuhan). Simpulan yang dapat diambil dari pemaparan di posting pertama adalah betapa pentingnya keberadaan dan kelestarian gunung bagi manusia dan totalitas alam lainnya di bumi. Kebudayaan di nusantara umumnya dan Sunda khususnya memandang gunung sebagai suatu hal yang “sakral", pandangan tersebut membawa gunung pada kondisi yang sangat dihargai, dirawat, dan diagungkan. Sakralitas gunung dilandasi dari pengetahuan masyarakat yang menganggap gunung sebagai bagian dari kehidupan yang sama-sama memiliki hak sebagaimana manusia. Maka dari itu, masyarakat Sunda khususnya Baduy (misalnya), mengenal pengetahuan tentang hak alam berupa leuweung larang , di mana manusia dibatasi dalam pemanfaatan dan bahkan terlarang untuk hanya sekadar memasuki hutan melalui peng...
Bagaimana kondisi/keadaan gunung-gunung hari ini? Barangkali dua gambar dalam bingkai postingan kali ini adalah gambaran umumnya. Tentu saja kita berharap gambar kedua atau posisi gambar bawah menjadi gambaran bagaimana peradaban hari ini memperlakukan gunung. Tapi sayangnya, tidak begitu. Di era generasi kita hidup saat ini, definisi memanfaatkan gunung dimaknai sempit, vulgar, dan kasar di mana pemanfaatan diterjemahkan sebagai kegiatan yang eksploitatif, langsung. Gambar atas yang menunjukkan bagaimana keadaan Gunung Sirnalanggeung di Karawang adalah gambaran umum nasib gunung-gunung di era kita sekarang ini. Lihat pegunungan di Padalarang, hingga Soreang di wilayah Bandung Raya, atau pegunungan Kendeng di belahan Jawa lainnya, hingga pegunungan Papua di timur nun jauh. Semua gambaran keadaan gunung tersebut menunjukkan peradaban kita hari ini adalah peradaban destruktif atau peradaban yang memiliki kecenderungan merusak dan menghancurkan. Padahal, memanfaatkan tidak selalu berar...